Pengertian, Dampak dan Implikasi PPH Pasal 29 di Indonesia

PPH Pasal 29 adalah suatu pajak yang diberikan kepada perusahaan atau individu yang memetik keuntungan dari kekayaan intelektual, seperti royalti, hak cipta, dan hak paten. Pajak ini merupakan aturan dari pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa ada keadilan dalam penghasilan dari kekayaan intelektual yang dimiliki oleh perusahaan atau individu. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang PPH Pasal 29 dan bagaimana hal itu mempengaruhi perusahaan dan individu di Indonesia.

Definisi PPh Pasal 29


PPh Pasal 29

PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada orang atau badan yang memberikan pembayaran atas penghasilan tertentu. Penghasilan yang dimaksud di sini adalah penghasilan dalam bentuk royalti, bunga, dividen, imbalan jasa, sewa, hadiah undian, dan penghasilan lain yang masih sejenis dengan yang tersebut di atas. PPh Pasal 29 dibayarkan oleh pihak yang memberikan pembayaran dan bukan oleh pihak yang menerima pembayaran.

PPh Pasal 29 merupakan salah satu jenis pajak pasal dalam sistem perpajakan Indonesia. Pasal-pasal perpajakan dibedakan berdasarkan jenis objek pajak dan aturan perhitungan pajak yang digunakan. Dalam hal ini, PPh Pasal 29 merupakan aturan perpajakan yang khusus mengatur tentang penghasilan tertentu yang diperoleh oleh pihak yang memberikan pembayaran.

PPh Pasal 29 diatur di dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) nomor 36 tahun 2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER 29/PJ/2018. PPh Pasal 29 menjadi penting karena mengatur tentang kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan oleh pihak yang memberikan pembayaran.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku, PPh Pasal 29 ini memiliki tarif pajak berbeda-beda sesuai dengan jenis penghasilan yang dikenakan pajak. Dalam hal ini, tarifnya dapat berupa tarif final atau tarif pasal. Tarif final adalah tarif pajak yang mengharuskan pengusaha atau pihak yang memberikan pembayaran untuk membayar pajak secara langsung tanpa adanya pemotongan lagi oleh pihak lain. Sedangkan tarif pasal adalah tarif pajak yang diperhitungkan setelah adanya pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak lain.

Adapun tarif PPh Pasal 29 diatur sebagai berikut:

1. Royalti: 15% (final)

2. Bunga: 20% (final)

3. Dividen: 10% (pasal)

4. Imbalan Jasa: 2% – 4% (pasal)

5. Sewa: 10% (final)

6. Hadiah Undian: 25% (final)

7. Penghasilan Lain yang Sama Jenisnya: 15% (final)

Pada dasarnya, PPh Pasal 29 ini diterapkan atas penghasilan tertentu yang sifatnya telah diperoleh dengan jelas dan pasti. Kendati demikian, penghasilan yang diterima harus memenuhi syarat sebagai objek pajak dan harus berasal dari sumber-sumber tertentu yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Kemudian, penghasilan tersebut juga harus memenuhi ketentuan mengenai tarif pajak dan kewajiban pembayarannya.

Dalam praktiknya, PPh Pasal 29 kerap dijumpai dalam transaksi bisnis antar perusahaan atau dalam rangka pemenuhan kewajiban pembayaran atas dana atau hak cipta dan penggunaan teknologi yang terdapat dalam kontrak bisnis. Selain itu, PPh Pasal 29 juga sangat erat hubungannya dengan tarif pajak yang berlaku dan kepatuhan para pengusaha dalam melaksanakan pembayaran pajak yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Siapa yang Terkena PPh Pasal 29


PPh Pasal 29

PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan yang ditarik dari penghasilan yang bersumber dari dalam negeri yang dibayarkan atau diterima oleh pihak yang bukan Wajib Pajak. Namun, bukan hanya pihak non-Wajib Pajak yang terkena PPh Pasal 29 tersebut. Berikut adalah beberapa contoh dari siapa yang terkena PPh Pasal 29.

1. Karyawan Kontraktor yang Bukan Wajib Pajak

Karyawan Kontraktor

Karyawan kontraktor yang tidak terdaftar sebagai Wajib Pajak terhitung juga sebagai pihak yang terkena PPh Pasal 29. Hal ini berlaku ketika karyawan kontraktor tersebut tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Pajak yang harus ditanggung oleh karyawan kontraktor tersebut adalah sebesar 20% dari penghasilan bruto yang mereka terima di perusahaan tersebut.

2. Pemilik Kendaraan Bermotor Bekas yang tidak Wajib Pajak

Pemilik Kendaraan Bermotor Bekas

Pihak yang terkena PPh Pasal 29 berikutnya adalah pemilik kendaraan bermotor bekas yang bukan Wajib Pajak. Saat melakukan transaksi jual beli kendaraan bermotor bekas, maka PPh Pasal 29 akan menjadi kewajiban bagi si pemilik kendaraan tersebut. Pajak yang ditarik adalah sebesar 0,5% hingga 30 juta rupiah dan 1% untuk nilai transaksi kendaraan di atas 30 juta rupiah.

Dalam hal ini, PPh Pasal 29 biasanya ditanggung oleh pembeli kendaraan bermotor bekas. Sebab, pajak yang satu ini berada di luar dari harga jual kendaraan bermotor bekas itu sendiri. Itulah mengapa aspek yang satu ini menjadi penting ketika melakukan transaksi khususnya jika harga kendaraan bermotor bekas tersebut cukup tinggi.

3. Jasa Konsultasi/ Perantara Luar Negeri

Jasa Konsultasi/ Perantara Luar Negeri

Perusahaan atau individu yang menyewa jasa konsultasi atau perantara dari luar negeri harus membayar PPh Pasal 29. Pajak yang ditarik adalah sebesar 20% dari total pembayaran atas jasa yang diberikan oleh pihak luar negeri tersebut.

PPh Pasal 29 pun menjadi kewajiban bagi perusahaan atau individu Indonesia yang membayar royalty atau menggunakan produk hak paten dari luar negeri. Ketentuan ini berlaku bagi transaksi yang terjadi di dalam dan di luar negeri. Pajak yang harus dipungut adalah sebesar 20% dari total pembayaran yang dibayarkan kepada pihak luar negeri tersebut. Namun, jika terdapat perlakuan yang berbeda di dalam P3B maka berhak mencatatkan pajak dengan tarif yang berbeda, atau bahkan hanya ditentukan sebesar tarif kredit pajak.

4. Transaksi Properti

Transaksi Properti

Kewajiban PPh Pasal 29 juga harus ditanggung oleh individu atau perusahaan yang melakukan transaksi properti. Transaksi ini meliputi penjualan properti atau perolehan hak atas tanah datar atau bangunan. Pajak yang harus dibayarkan adalah sebesar 5% dari nilai transaksi.

Hal yang wajib diingat oleh pihak yang terkena PPh Pasal 29 adalah agar pelaporannya berjalan dengan lancar dan tepat waktu. Pelaporan pajak PPh Pasal 29 harus menggunakan SPT Masa 1721-IV dan 1721-V. Tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa PPh Pasal 29 dibatasi dalam jumlah tertentu, artinya pajak ini dibebankan apabila terjadi transaksi bisnis tanpa terkecuali.

Cara Menghitung PPh Pasal 29


Cara Menghitung PPh Pasal 29

PPh Pasal 29 adalah pajak yang dipungut dari penghasilan dalam bentuk sewa, penghasilan dalam bentuk royalti, dan honorarium. Penghasilan tersebut dikenakan pajak final sebesar 10%. Cara menghitung PPh Pasal 29 sangat sederhana. Berikut adalah penjelasannya.

Pajak Penghasilan Dalam Bentuk Sewa


Pajak Penghasilan Dalam Bentuk Sewa

Pajak penghasilan dalam bentuk sewa adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan sewa gedung, rumah, tanah, dan lain sebagainya. Pajak yang dikenakan sebesar 10% dari total penghasilan. Adapun cara menghitung PPh Pasal 29 atas penghasilan dalam bentuk sewa adalah sebagai berikut.

Contohnya, A menyewakan gedung senilai Rp 10.000.000,-. Maka, PPh Pasal 29 yang harus dibayar sebesar 10% x Rp 10.000.000,- = Rp 1.000.000,-

Jadi, total yang harus dibayarkan oleh A adalah Rp 10.000.000,- + Rp 1.000.000,- = Rp 11.000.000,-

Pajak Penghasilan Dalam Bentuk Royalti


Pajak Penghasilan Dalam Bentuk Royalti

Pajak penghasilan dalam bentuk royalti adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan hak cipta, paten, merek dagang, dan hak sewa lain sejenisnya. Pajak yang dikenakan sebesar 10% dari total penghasilan. Adapun cara menghitung PPh Pasal 29 atas penghasilan dalam bentuk royalti adalah sebagai berikut.

Contohnya, B mendapatkan royalti dari hak cipta atas buku senilai Rp 5.000.000,-. Maka, PPh Pasal 29 yang harus dibayar sebesar 10% x Rp 5.000.000,- = Rp 500.000,-

Jadi, total yang harus dibayarkan oleh B adalah Rp 5.000.000,- + Rp 500.000,- = Rp 5.500.000,-

Pajak Honorarium


Pajak Honorarium

Pajak honorarium adalah pajak yang dikenakan atas pemberian penghargaan dan imbalan lain yang diberikan kepada seseorang. Pajak yang dikenakan sebesar 10% dari total penghasilan. Adapun cara menghitung PPh Pasal 29 atas honorarium adalah sebagai berikut.

Contohnya, C mendapatkan honorarium dari kepanitiaan senilai Rp 3.000.000,-. Maka, PPh Pasal 29 yang harus dibayar sebesar 10% x Rp 3.000.000,- = Rp 300.000,-

Jadi, total yang harus dibayarkan oleh C adalah Rp 3.000.000,- + Rp 300.000,- = Rp 3.300.000,-

Demikianlah cara menghitung PPh Pasal 29. PPh Pasal 29 merupakan pajak yang cukup sederhana dan tidak perlu melibatkan perhitungan yang rumit. Namun, sebagai warga negara yang baik, perlu untuk memperhatikan dan membayar pajak dengan tepat waktu dan penuh tanggung jawab.

Penggunaan PPh Pasal 29 dalam Kegiatan Bisnis


PPh Pasal 29 dalam Kegiatan Bisnis

PPh Pasal 29 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dari sewa, penggunaan, atau hak atas penggunaan barang, jasa, atau hak lainnya.

Bagi pelaku usaha, PPh Pasal 29 bisa menjadi salah satu sumber pendapatan yang signifikan. Oleh karena itu, perlu dipahami penggunaan PPh Pasal 29 dalam kegiatan bisnis dan bagaimana cara mengoptimalkannya. Berikut beberapa contoh penggunaan PPh Pasal 29 dalam kegiatan bisnis:

1. Pemilik Properti


Pemilik Properti

Bagi pemilik properti, PPh Pasal 29 berlaku untuk penghasilan yang diterima dari penyewaan atau penggunaan properti tersebut. Artinya, pelaku usaha yang menyewa atau menggunakan properti tersebut harus membayar PPh Pasal 29 atas penghasilan yang diperoleh.

Jika pemilik properti memiliki beberapa properti yang disewakan, maka PPh Pasal 29 harus dilaporkan secara terpisah untuk setiap properti. Hal ini dapat membantu pemilik properti dalam mengoptimalkan penggunaan PPh Pasal 29 sebagai sumber pendapatan tambahan.

2. Pemilik Kendaraan


Pemilik Kendaraan

PPh Pasal 29 juga berlaku untuk pemilik kendaraan yang menyewakan kendaraannya kepada pelaku usaha. Penghasilan yang diterima dari penyewaan kendaraan harus dilaporkan dan dikenakan PPh Pasal 29.

Jika pemilik kendaraan memiliki beberapa kendaraan yang disewakan, maka PPh Pasal 29 harus dilaporkan secara terpisah untuk setiap kendaraan. Hal ini dapat membantu pemilik kendaraan dalam mengoptimalkan penggunaan PPh Pasal 29 sebagai sumber pendapatan tambahan.

3. Jasa Konsultan


Jasa Konsultan

Bagi jasa konsultan, PPh Pasal 29 berlaku untuk penghasilan dari jasa konsultasi yang diberikan kepada pelaku usaha. Penghasilan tersebut harus dilaporkan dan dikenakan PPh Pasal 29.

Jasa konsultan bisa meliputi bidang keuangan, hukum, atau teknologi informasi. Dalam mengoptimalkan penggunaan PPh Pasal 29 sebagai sumber pendapatan tambahan, jasa konsultan perlu memperhatikan aspek-aspek seperti penetapan harga jasa, penerbitan faktur pajak, serta pelaporan dan pembayaran PPh Pasal 29 secara rutin dan tepat waktu.

4. Perusahaan Logistik


Perusahaan Logistik

Perusahaan logistik pada dasarnya adalah sebuah bisnis yang menyediakan jasa pengangkutan dan pengiriman barang. Oleh karena itu, penggunaan PPh Pasal 29 dalam kegiatan bisnis perusahaan logistik dapat meliputi penghasilan dari:

  • Sewa gudang atau tempat penyimpanan barang.
  • Penyediaan jasa transportasi seperti truk dan kapal.
  • Penyediaan jasa pemrosesan barang seperti packaging dan labeling.

Perusahaan logistik perlu memperhatikan bahwa PPh Pasal 29 perlu dilaporkan dan dibayarkan secara teratur dan tepat waktu. Selain itu, perusahaan logistik juga perlu mempertimbangkan aspek-aspek seperti sistem pencatatan dan pelaporan penghasilan serta pemilihan jenis PPh lain yang dapat mengoptimalkan penggunaan PPh Pasal 29 sebagai sumber pendapatan tambahan.

Kesimpulan:

PPh Pasal 29 merupakan pajak penghasilan yang harus dilaporkan dan dibayarkan oleh pelaku usaha atas penghasilan dari sewa, penggunaan, atau hak atas penggunaan barang, jasa, atau hak lainnya. Dalam kegiatan bisnis, penggunaan PPh Pasal 29 dapat dilakukan oleh berbagai jenis usaha seperti pemilik properti, pemilik kendaraan, jasa konsultan, dan perusahaan logistik.

Dalam mengoptimalkan penggunaan PPh Pasal 29 sebagai sumber pendapatan tambahan, pelaku usaha perlu memperhatikan berbagai aspek seperti penetapan harga, penerbitan faktur pajak, serta sistem pencatatan, pelaporan, dan pembayaran PPh Pasal 29 secara rutin dan tepat waktu.

Terima Kasih Sudah Membaca

Nah, itulah informasi tentang pph pasal 29 yang perlu kamu tahu. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kamu untuk memahami lebih lanjut tentang pajak dan kewajiban sebagai wajib pajak. Jangan lupa untuk selalu kunjungi kembali website kami untuk berita dan informasi terkini seputar dunia bisnis dan keuangan. Sampai jumpa lagi!