Pengertian, Kewajiban, dan Pelaksanaan PPh Pasal 17

Pajak Pertambahan Nilai atau PPN memang sudah umum dalam kegiatan bisnis, namun Pajak Penghasilan atau PPh juga menjadi salah satu pajak yang penting. PPh Pasal 17 merupakan salah satu jenis PPh yang tidak perlu terdaftar sebagai pengusaha. Meskipun begitu, PPh Pasal 17 seringkali membuat para penghasil non-PPh yang sebelumnya dikenakan pajak PPN, terkejut. Pasalnya, mereka tidak mengetahui adanya aturan pajak PPh yang harus dibayarkan kepada pihak pemerintah. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui aturan PPh Pasal 17 agar terhindar dari sanksi pajak dan membantu mengelola keuangan perusahaan dengan tepat.

Pengertian PPh Pasal 17


PPh Pasal 17

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 17 merupakan jenis PPh yang dikenakan kepada Wajib Pajak (WP) yang menerima penghasilan sewa penggunaan barang dan/atau jasa dari orang pribadi atau badan yang bukan WP. Jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 17 meliputi penyewaan kendaraan bermotor, alat-alat berat, dan perkantoran.

PPh Pasal 17 juga dikenal dengan sebutan sewa-menyewa. Bentuk penghasilan tersebut terdiri dari uang sewa dan penggantian atas kerusakan yang disebabkan oleh penyewa selama masa sewa. Beban PPh Pasal 17 wajib dibayar oleh pemilik atau pihak yang menyewakan barang atau jasa tersebut.

Perhitungan PPh Pasal 17 dilakukan dengan mengalikan tarif PPh sebesar 2% dengan jumlah bruto penghasilan sewa yang diterima WP. Jumlah bruto penghasilan sewa tersebut merupakan jumlah seluruh pembayaran yang diterima oleh pihak yang menyewakan barang atau jasa, sebelum dikurangi biaya-biaya lainnya. Adapun tarif PPh Pasal 17 sebesar 2% dihitung dari jumlah bruto penghasilan sewa yang diterima oleh pemilik atau pihak yang menyewakan barang atau jasa.

Namun, terdapat beberapa jenis penghasilan sewa penggunaan barang dan/atau jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 17, yaitu:

  1. Penghasilan sewa bangunan, tanah, dan/atau bagian-bagiannya, kecuali jika sewa bangunan dan/atau tanah tersebut beserta isinya digunakan untuk keperluan usaha, seperti toko, gedung kantor, dan sebagainya.
  2. Penghasilan sewa kendaraan bermotor khusus untuk angkutan penumpang.
  3. Penghasilan sewa alat-alat kesehatan seperti alat-alat bantu pernafasan, alat cek darah, dan alat-alat periksa mata.

PPh Pasal 17 juga dikecualikan bagi WP yang sehari-hari memang bergerak di bidang penyewaan barang atau jasa. Namun dalam hal penyewaan tersebut terkait dengan usaha yang dimilikinya, penghasilan sewa tersebut masih dikenakan PPh Pasal 21.

Untuk mengajukan pembayaran PPh Pasal 17, WP dapat menggunakan formulir SPT tahunan atau SPT Masa. Pemilik atau pihak yang menyewakan barang atau jasa wajib menyetor PPh yang terhutang ke Kas Negara melalui bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Sekarang sudah jelas kan apa itu PPh Pasal 17? Kita juga perlu memahami bahwa sebagai WP, kita tidak boleh meremehkan kewajiban untuk membayar pajak yang berlaku di Indonesia. Terutama PPh Pasal 17 ini, yang meskipun relatif kecil tarifnya, bisa memberikan konsekuensi hukum jika tidak dipenuhi kewajibannya. Jangan lupa untuk selalu mengurus pajak dengan baik dan benar, ya!

Tarif PPh Pasal 17


Tarif PPh Pasal 17

Pada tahun 2021, tarif PPh pasal 17 atau penghasilan dari penghasilan sewa dan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar 10%. Namun, terdapat beberapa pengecualian dalam tarif ini.

Pengecualian Tarif PPh Pasal 17


Pengecualian Tarif PPh Pasal 17

Terdapat beberapa pengecualian dalam penerapan tarif PPh pasal 17, yaitu:

  1. Penyewaan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi yang digunakan untuk kepentingan usaha atau pekerjaan bebas, memiliki tarif PPh yang berbeda yaitu sebesar 2%.
  2. Bangunan yang disewakan atau hak atas bangunan yang dialihkan adalah Ruko, jasa pertambangan dan pengusahaan minyak bumi, gas bumi, atau panas bumi, memiliki tarif PPh yang berbeda yaitu sebesar 4%.
  3. Penyewaan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang berada di daerah tertentu, yaitu wilayah tapal kuda, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, memiliki tarif PPh yang berbeda yaitu sebesar 0,5%.

Perlu diingat bahwa tarif PPh pasal 17 berbeda dengan tarif PPh pasal 21 yang sering disalahartikan. Tarif PPh pasal 21 merupakan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima karyawan, sedangkan tarif PPh pasal 17 merupakan pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan serta penghasilan dari sewa tanpa dipungut oleh pengusaha.

Pada praktiknya, tarif PPh pasal 17 sering kali timbul kebingungan dalam penerapannya. Hal tersebut disebabkan karena para wajib pajak menganggap bahwa tarif PPh pasal 17 hanya berlaku pada sewa tanah dan/atau bangunan, padahal sebenarnya tarif PPh pasal 17 juga berlaku pada pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Selain itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan tarif PPh pasal 17, yaitu:

  • Penyewa atau pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan harus membayar PPh pasal 23 atas sewa atau pengalihan tersebut sebelum pembayaran PPh pasal 17.
  • Wajib pajak yang membayar pajak PPh pasal 17 harus melaporkan penghasilan tersebut dalam SPT tahunan serta melampirkan bukti potong PPh pasal 23 atas sewa atau pengalihan tersebut.

Penerapan tarif PPh pasal 17 juga harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika terdapat perbedaan antara peraturan perundang-undangan dengan praktik penerapan tarif PPh pasal 17, maka yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini, kepatuhan terhadap aturan perundang-undangan menjadi sangat penting bagi para wajib pajak. Hal ini dikarenakan apabila terjadi pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, maka dapat dipastikan bahwa wajib pajak akan dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana.

Objek dan Subjek PPh Pasal 17


PPh Pasal 17

Pajak penghasilan (PPH) Pasal 17 merupakan jenis pajak yang dikenakan pada penghasilan berupa imbalan untuk pekerjaan bebas atau freelaance. PPh Pasal 17 dikenakan pada orang pribadi atau badan yang menerima imbalan atas pekerjaan bebas yang dilakukan. Namun, sebelum membahas lebih jauh tentang objet dan subjek PPh Pasal 17, mari kita bahas dulu tentang apa itu pekerjaan bebas atau freelance.

1. Pekerjaan Bebas atau Freelance

Freelance

Pekerjaan bebas atau freelance adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang secara mandiri tanpa terikat oleh suatu hubungan kerja dengan pengusaha. Freelancer biasanya melakukan pekerjaan yang tidak menentu jumlahnya dan waktunya, tergantung permintaan dari klien.

Terdapat beberapa jenis pekerjaan freelance yang dapat dihitung sebagai objek pajak PPh Pasal 17, diantaranya:

  • Penulis freelance: seseorang yang menulis untuk blog, media online, majalah, atau buku secara mandiri.
  • Penerjemah freelance: seseorang yang menerjemahkan dokumen atau materi tertentu untuk klien.
  • Foto freelance: seseorang yang menawarkan jasa fotografi untuk berbagai kebutuhan, termasuk prewedding dan wedding.
  • Video freelance: seseorang yang menawarkan jasa pembuatan video untuk berbagai kebutuhan, seperti iklan dan film pendek.

Freelance dapat bekerja sendiri dengan cara memiliki klien atau bisa bergabung dengan tempat kerja sebagai kontraktor lepas. Karena pekerjaan ini dilakukan secara mandiri, biasanya freelancer bisa menetapkan gaji atau biaya yang sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.

2. Objek PPh Pasal 17

Objek PPh Pasal 17

Objek PPh Pasal 17 adalah imbalan yang diperoleh dari pekerjaan bebas atau freelance. Imbalan yang dimaksud bisa berupa uang atau barang. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, PPh Pasal 17 dikenakan pada penghasilan bruto freelancer.

Bagaimana caranya menghitung PPh Pasal 17? Berikut ini adalah rumus dasarnya:

PPh Pasal 17 = Tarif pajak x Penghasilan kena pajak

Tarif pajak yang dikenakan untuk PPh Pasal 17 adalah 10% untuk pendapatan sebesar Rp 4,8 juta. Sedangkan, untuk pendapatan lebih dari Rp 4,8 juta hingga Rp 60 juta tarif pajak yang dikenakan sebesar 15%. Untuk penghasilan di atas Rp 60 juta, tarif pajak yang dikenakan sebesar 20%.

Penghasilan kena pajak dihitung dengan cara:

Penghasilan kena pajak = Penghasilan bruto – biaya-biaya yang sehubungan langsung dengan pekerjaan yang diterima

Setiap tahun pajak, freelancer harus melaporkan penghasilan bruto dan biaya-biaya yang sehubungan langsung dengan pekerjaan dalam SPT PPh Pasal 17. Laporan tersebut harus diserahkan paling lambat pada bulan Maret untuk tahun pajak sebelumnya.

3. Subjek PPh Pasal 17

Subjek PPh Pasal 17

Subjek PPh Pasal 17 adalah orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan dari pekerjaan bebas atau freelance. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, objek PPh Pasal 17 adalah imbalan yang diterima oleh subjek.

Orang pribadi atau badan yang dikenakan PPh Pasal 17 meliputi, tetapi tidak terbatas pada:

  • Penulis lepas: seorang penulis atau kontributor lepas.
  • Editor lepas: seorang editor atau korrektor lepas.
  • Penerjemah lepas: seorang penerjemah atau terjemahan lepas lainnya.
  • Fotografer lepas: seorang fotografer atau videografer lepas.
  • Penyanyi lepas: seorang penyanyi atau musisi lepas.
  • Desainer grafis lepas: seorang desainer grafis atau perancang digital lepas.

Bagi subjek PPh Pasal 17, pajak yang dikenakan bersifat final. Artinya, tidak ada penghitungan ulang pajak pada saat pengambilan atau pencairan dana.

Nah, itulah pembahasan tentang objek dan subjek PPh Pasal 17. Dengan mengetahui tentang PPh Pasal 17, freelance dapat menyesuaikan tarif pekerjaannya agar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Selain itu, bagi klien dapat membayar imbalan pekerjaan secara benar sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

Prosedur Pelaporan dan Pembayaran PPh Pasal 17


PPh Pasal 17

Ketentuan mengenai pajak penghasilan dalam bentuk sewa dan royalty diatur dalam Pasal 17 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. Bagian ini mengatur pengenaan pajak penghasilan bagi penerima penghasilan dalam bentuk sewa atau royalty dan cara untuk melaporkan serta membayar PPh Pasal 17 tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

1. Pengertian Penerima Penghasilan

Penerima penghasilan adalah orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan yang bersifat tetap. Penghasilan tersebut dapat berupa sewa atau royalty dari penggunaan harta karya, hak cipta, paten, merek dagang, dan hak pengalihan teknologi lainnya. Pajak yang dikenakan adalah PPh Pasal 17 sebesar 15% dari bruto penghasilan.

2. Cara Pelaporan PPh Pasal 17

Setiap penerima penghasilan sewa dan royalty harus melaporkan PPh Pasal 17 pada setiap bulan paling lambat tanggal 15 setiap bulannya. Laporan tersebut harus dilakukan secara elektronik melalui e-Filing atau dengan melaporkan secara manual melalui kantor pajak setempat. Pada laporan tersebut, penerima penghasilan harus menyampaikan informasi terkait penerimaan dan potongan pajak.

3. Cara Pembayaran PPh Pasal 17

Pembayaran PPh Pasal 17 harus dilakukan secara elektronik melalui sistem pemungutan pajak efektif (e-Billing) atau melalui setoran tunai ke bank yang ditunjuk DJP paling lambat tanggal 20 setiap bulannya. Jika pembayaran dilakukan melalui e-Billing, DJP akan memberikan kode bayar yang harus dimasukkan ke dalam formulir pembayaran pajak. Sedangkan jika pembayaran dilakukan melalui bank, penerima penghasilan harus menyampaikan bukti pembayaran dan formulir SPT Masa PPh Pasal 17 ke kantor pajak setempat.

4. Sanksi bagi Penerima Penghasilan Pelanggar

Sanksi bagi Penerima Penghasilan Pelanggar

Bagi penerima penghasilan yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan atau pembayaran PPh Pasal 17, baik secara sebagian maupun seluruhnya, maka DJP akan memberikan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% per bulan terhadap jumlah pajak yang belum dilaporkan dan/atau belum dibayar.

Selain itu, DJP juga berhak memberikan sanksi berupa pembekuan atau pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi penerima penghasilan yang disanksi administratif selama 6 bulan. Jika setelah 6 bulan belum melunasi kewajiban pajak, maka DJP berhak mencabut NPWP secara permanen dan penerima penghasilan tersebut tidak dapat menerima penghasilan lain yang dikenakan pajak.

Maka dari itu, sangat penting bagi penerima penghasilan sewa dan royalty untuk selalu memenuhi kewajiban pelaporan dan pembayaran PPh Pasal 17 setiap bulannya agar terhindar dari sanksi administratif dan pencabutan NPWP.

Terima Kasih Telah Membaca Tentang PPH Pasal 17

Semoga artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi Anda. Jangan lupa bahwa pajak merupakan tanggung jawab kita sebagai warga negara yang baik. Yuk, mari saling mendukung dan membangun bangsa dengan menjadi kontributor yang baik dalam hal ini. Terima kasih telah membaca, dan jangan lupa kunjungi lagi website kami untuk mendapatkan informasi terbaru seputar finansial dan pajak di Indonesia. Sampai jumpa lagi!